Minggu, 22 Februari 2015

Kamu Masih Tetap yang Terbaik kok!


Aku tahu aku bukan yang terbaik. Dalam berbagai hal pun, aku tidak pernah menjadi yang terbaik.
Ketika melihatnya, aku tahu aku tidak secantik dia. Tidak sepintar dia, tidak sesholihah dia, tidak sekaya dia, dan juga tidak seperhatian dia.
Aku pun juga tak punya kelebihan seperti dia. Yang ada dalam kehidupanku mungkin hanya kekurangan-kekurangan. Hingga aku berpikir bahwa
tak pernah ada hal baik dalam kehidupan. Itulah kesalahan terbesar dalam pikiranku. Hingga seseorang pernah berkata, yang itu seketika menjadi sentuhan lembut yang masih selalu membekas dalam ingatanku.
“Kamu Masih Tetap yang Terbaik kok, va!”
1 kalimat singkat yang begitu menghentakkan pikiranku selama ini. Apa ini? Dalam kondisi seburuk ini dia masih bisa berkata bahwa aku masih yang terbaik? Terbaik dari sudut pandang mana?
Kutanyakan padanya, dari sudut pandang mana aku terlihat msih tetap yang terbaik?
Dan dia pun menjelaskan detail tentang hal-hal yang tak pernah kusadari selama ini.
Dia bilang, “mungkin kamu bilang, dia jauh lebih cantik, lebih kaya, lebih sholihah, lebih pintar dan lebih perhatian dari kamu, tapi ada satu hal yang dia tidak punya dari kamu. Yang itu justru menjadi penghancur dari semua kelebihan-kelebihannya yang kamu bilang tadi. Yang dengan itu pula pa yang ada dalam dirinya menjadi sesuatu yang tidak pernah ada artinya. Kamu tahu itu apa?”
“Apa?”, tanyaku sekedarnya karena aku tidak begiu tertarik. aku berpikir, bahwa dia hanya ingin menghiburku saja saat ini.
“Hati beserta Ketulusannya” , jawabnya singkat. Seolah ingin membuatku penasaran.
Tapi aku tetap tidak begitu tertarik.
dia lalu melanjutkan, “Va, apa gunanya semua kebaikan dan kelebihannya tadi kalau dia tidak punya hati? Bukankah kamu sendiri tahu bahwa inti dari seluruh perbuatan kita adalah  HATI?”
Aku hanya mengangguk mencoba memahami setiap katanya.
Dia lalu melanjutkan, “Kamu punya Hati yang tulus, Va. Sekalipun hati dan ketulusanmu tidak pernah berbalas.” Percayalah suatu saat akan ada orang yang membalas kesetiaan dan keseriusanmu itu.”
“Jangan kamu khawatirkan tentang balasan rasamu. Masalah balasan itu bukan urusan kita. Allah yang punya andil dalam hal ini. Tak seharusnya kamu melakukan hak Allah, kan?”
“Dia terlalu bodoh sudah melepaskanmu dan hatimu. Dan biarkan orang bodoh itu menyesali kebodohannya sendiri. Kalau dia terlalu bodoh untuk meninggalkanmu, kamu pun harus cukup pintar untuk meninggalkannya.”
“sudah. Cukup.” Kataku. Mencoba menghentikannya bicara. Aku hanya tak mau terlalu lama mengingat kejadian kemarin.
Tapi 1 hal kalimatnya yang menyadarkanku. “ Yang terpenting hati dan ketulusannya”. Dan alhamdulillah aku pernah melakukannya.
Terimakasih sahabat, sudah menyadarkanku tentang ini.

0 komentar:

Posting Komentar