Sabtu, 31 Januari 2015

Kesetian itu Berbuah Penghianatan



Entah kebodohan dari mana hingga hati bisa percaya pada orang yang bahkan belum
setengah tahun dikenal. 

Entah mantra apa yang diucapkan hingga dia dengan mudah mendapatkan semuanya.

Entah perbuatan macam apa yang bisa membuatnya selalu termaafkan.

Ya, selalu kata entah-entah-dan entah. Karena semua itu terlalu rumit untuk terjawab.

Komitmen diri untuk tak mengenal cinta selalu terjaga, hingga akhirnya harus benar-benar rusak karena kehadirannya.

Diri terpaksa merelakan hati tuk dimilikinya, terpaksa pula merelakan diri untuk menghianati komitmennya  sendiri.

Komitmen menjaga hati itu, kini berubah menjadi komitmen untuk menjaga hubungan. Hubungan dengan penuh keseriusan selalu dilakukannya. Tak peduli malu, harga diri yang terinjak-injak, dan luka yang selalu menyayat, semua rela dilakukan demi keseriusan hubungan. Karena diri tahu, itulah yang harus dibayar untuk sebuah komitmen yang tergadaikan.

Ketika diri dengan berani-beraninya memutuskan untuk berhubungan yang pertama kali, maka diri harus membayarnya dengan sebuah keseriusan dalam berhubungan. Itulah harga yang harus terbayar dari tergadaikannya komitmen.

Tapi apa ?

Baru beberapa bulan, diri itu telah dirusaknya, dinodainya. Cinta tulus dan sucinya dinodai dengan penghianatan. Ehm maaf, bukan noda. Karena noda biasanya hanya kecil dan sedikit. Tapi sebuah pengrusakan terhadap kepercayaan.

Ya, kepercayaan yang diberikan dihancurkannya menjadi sebuah kepingan kaca yang sulit tersatukan. 

Tapi, ketika airmata penyesalannya menjadi perekatnya maka kepingan itu mampu menjadi satu kembali walau kondisinya sudah tak lagi seperti semula.

Kepercayaan itu hadir lagi, hadir bukan karena alasan dia. Tapi lagi-lagi karena komitmen. Komitmen untuk menjaga hubungan. Hanya itu yang diri ini pegang. Komitmen kepada dirinya sendiri untuk menjaga hubungan apapun yang terjadi.

Tapi apa ?

Kepercayaan itu pecah lagi. Gabungan kepingan kaca yang belum tersambung sempurna kini benar-benar hancur lebur karena harus terbanting lagi yang kedua kalinya. Lalu bagaimana kalian berpikir bahwa kepingan itu bisa tersambung? Tidak harus sempurna dan seperti semula, tapi paling tidak tidak terserak sia-sia. Tapi bisakah itu terjadi?

Tapi tidak buat diri ini, semua itu memang tak akan pernah seperti semula, apalagi sempurna seperti sedia kala, tapi hati ini berusaha untuk memaafkan. Bukan memaafkannya, tapi memaafkan semua hal yang terjadi termasuk orang yang hadir dalam kejadian itu. Ya, hanya itu yang bisa diri ini lakukan. Selain seraya terus berdoa agar hati bisa dengan ikhlas memaafkan. Karena tidak terpungkiri, ini masih terlalu sulit untuk dimaafkan dan diikhlaskan. 

Diri hanyalah manusia biasa,

Dengan segala kerendahan hati, diri ini memohon kepada sahabat-sahabat pembaca semua untuk mendoakan agar diri ini bisa mengikhlaskan. Amiin...

Terimakasih sebelumnya atas doa dan telah meng’AMIN’kan doa ini.

0 komentar:

Posting Komentar