Menunggu
(?)
Entah bagaimana
aku bercerita, entah pada siapa aku bercerita, tapi seperti tak ada yang
berminat sekedar untuk mendengarnya. Bahkan ada yang menganggapnya seperti
sebuah realita yang dilebih-lebihkan.
Bukan salah mereka berpendapat, kenyataannya pun aku memang berlebihan.
Bukan salah mereka berpendapat, kenyataannya pun aku memang berlebihan.
1 pelajaran
kuperoleh dari tawa riang seorang anak kecil sore ini. Dia tidak mengerti
apapun yang terjadi, apapun yang dilihat, tapi dia bisa mentertawai hal itu.
Hal yang sama sekali tidak ada maknanya untukku, bahkan dia sendiripun tak tahu
itu apa saat aku menanyakannya. Dia hanya bilang, “ini lucu” lalu tertawa lagi.
Anak kecil tak
pernah bohong, apalagi berpura-pura. Jika sesuatu itu memang lucu, kenapa tidak
tertawa? Tapi, jangan lupakan bahwa anak kecil pun juga punya kesedihan. Dia
juga menangis ketika sesuatu yang disukai hilang darinya. Dia sedih. Walau
janji akan dibelikan yang baru, tapi ternyata dia tidak mau. Hanya karena
alasan, “itu masih bagus, dan aku maunya yang itu.”
Cerita mungkin
memang tak selalu didengar. Apalagi mereka bilang, aku terlalu banyak omong,
melebih-lebihkan, dan tidak tahu diri.
Ada yang juga yang bilang, aku terlalu diam saat mereka bertanya kenapa. Aku hanya
menangis namun bungkam saat mereka menghampiri dan bertanya kenapa. Mereka
semua benar, sekali lagi, mereka benar. Aku memang banyak omong tentang banyak
hal yang tidak mereka mengerti, melebih-lebihkan sesuatu yang sebenarnya sangat
kecil, tidak tahu diri siapa aku berani-beraninya seperti itu. Mereka benar aku
diam, hanya menangis. Tapi saat mereka datang menghampiri dan bertanya kenapa,
aku justru bungkam. Tak ada satu kata pun yang terucap dari mulutku. Aku hanya
memeluk mereka erat, lalu menangis di pelukan mereka. Hanya itu yang aku selalu
lakukan. Tidak pernah berubah.
Kuceritakan
semuanya pada-Mu Allah, pada-Mu yang tak hanya mendengarkan, memberi saran,dan
menguatkan, tapi juga membantu menyelesaikan. Tak hanya memeluk dan mendekap,
tapi juga menguatkan dan menuntunku. Tetaplah seperti ini. Izinkan aku untuk
selalu menangis di sujud dan pangkuan-Mu di setiap lima waktu dalam setiap
hariku, Allah. Tapi aku juga butuh mereka, walau sekedar untuk menemaniku. Aku
ingin mereka ada di sisa kurang dari 7 bulan ini. Sebelum kita berpisah dan aku
menyesalinya.
Aku hanya ingin
seperti anak kecil itu, yang selalu tertawa dan tersenyum walau tidak mengerti
apa-apa. Izinkan aku untuk selalu tersenyum dan tertawa walau aku tak mengerti
apa-apa tentang rencana-Mu hari ini dan esok. Seraya berharap akan selalu ada
senyum yang terhias dariku esok.
Aku menunggu,
menunggu, menunggunya.
Aku menunggunya,
masih menunggu. . . J
18 Oktober 2014, Rumah Sejuk-Mu, Senja hari
0 komentar:
Posting Komentar